Sudah Setahun, Kabupaten Cilacap Manfaatkan 47.000 Ton Sampah Jadi Bahan Bakar
CILACAP – Fasilitas pengolahan sampah menjadi bahan bakar alternatif atau Refuse Derived Fuel (RDF) di Kabupaten Cilacap sudah beroperasi setahun ini, sejak diresmikan pada 21 Juli 2020. Fasilitas ini menjadikan solusi berkelanjutan bagi permasalahan sampah di Kabupaten Cilacap.
“Pada Juni 2021 setelah beroperasi setahun, sampah yang diolah untuk dijadikan bahan bakar alternatif mencapai kurang lebih 47.000 ton. Ini menunjukkan keberadaan fasilitas RDF mampu membuat paradigma baru cara memanfaatkan sampah dan sampah masih memiliki nilai ekonomis,” kata Asisten Perekonomian dan Pembangunan Sekda Kabupaten Cilacap Wasi Aryadi, Sabtu (14/08/2021).
Pria yang juga merangkap Pelaksana Tugas Kepala Dinas Lingkungan Hidup (LH) Kabupaten Cilacap ini meneruskan, dengan adanya fasilitas pengolahan sampah RDF dan teknik pengolahan sampah yang lebih ramah lingkungan, ternyata membantu mengurangi, bahkan menghilangkan potensi pencemaran tanah oleh air lindi serta penumpukan sampah yang menimbulkan bau menyengat.
“Apalagi sejauh ini belum ada rencana berinvestasi pembelian lahan baru untuk lokasi penumpukan sampah,” imbuhnya.
Saat ini, pemanfaatan sampah menjadi bahan bakar alternatif menjadi pilihan terbaik, selain memanfaatkan menjadi tenaga listrik. Keberadaan industri semen di Kabupaten Cilacap menjadi pemetik manfaat dari hasil pengolahan sampah menjadi kunci untuk keberlanjutan dan pengembangan dari fasilitas pengolahan sampah di Kabupaten Cilacap.
“Sampah yang diolah di fasilitas pengolahan sampah menjadi bahan bakar akan kami gunakan sebagai bahan bakar di industri semen yang akan menggantikan sebagian batu bara. Sampai saat ini operasi kami berjalan lancer,” kata General Manager Solusi Bangun Indonesia (SBI) Pabrik Cilacap, Istifaul Amin. Seperti diketahui, SBI merupakan anak perusahaan PT Semen Indonesia (Persero) Tbk.
Menurut Istifaul, sampah kering yang dihasilkan dari fasilitas pengolahan sampah yang siap dibakar di pabrik semen memiliki kadar air di bawah 25 persen. Agar mencapai kadar air tersebut, proses pengolahan sampah menggunakan metode pengeringan Bio Drying selama 21 hari.
Sejauh ini, fasilitas pengolahan sampah terus melakukan pembenahan. Untungnya, berbagai stakeholders memberikan perhatian serius untuk keberlangsungan dan kelancaran operasional. Potensi menambah jumlah sampah yang diolah cukup terbuka, sehingga kemampuan pengolahan akan lebih optimal dan menghasilkan sampah kering sebagai bahan bakar alternatif dalam jumlah yang besar.
“Selain memanfatkan sampah sebagai bahan bakar, kami mengembangkan pemberdayaan masyarakat dengan pembentukan Bank Sampah dan gerakan pilah sampah dari rumah, dan memanfaatkan sampah basah untuk pupuk,“ katanya.
Seiring berjalannya waktu dan pertumbuhan penduduk, jumlah sampah dipastikan terus meningkat. Karena itu, , diperlukan upaya lain mengelola sampah, agar lebih bermanfaat. Terbentuknya Bank Sampah di berbagai tempat dan Gerakan Pilah Sampah dari rumah-rumah penduduk banyak membantu dalam penanganan sampah mulai dari sumbernya.
“Memanfaatkan sampah untuk bahan bakar alternatif dan pemanfaatan lain adalah bentuk kepedulian dan cinta untuk lingkungan hidup yang bersih dan berkelanjutan,” tutupnya.(****)