LAPS dan Pengadilan Dapat Selesaikan Sengketa Asuransi, Kepercayaan Masyarakat Meningkat
JAKARTA – Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Sektor Jasa Keuangan (LAPS SJK) siap menyelesaikan sengketa antara sejumlah nasabah pembeli produk asuransi unit link dan perusahaan asuransi yang belum menemukan titik temu.
Ketua LAPS SJK Himawan Subiantoro menyebutkan nasabah dan perusahaan asuransi wajib memiliki kesepakatan tertulis bahwa mereka bersedia menyelesaikan sengketanya melalui LAPS SJK.
“Tanpa adanya kesepakatan tersebut, LAPS SJK tidak bisa memfasilitasi,” tegas Ketua LAPS SJK Himawan Subiantoro dalam siaran persnya Selasa (1/2).
Himawan menjelaskan LAPS SJK memiliki dua layanan utama, yaitu mediasi dan arbitrase. Mediasi LAPS SJK adalah penyelesaian sengketa yang difasilitasi oleh seorang mediator LAPS SJK yang akan menjadi fasilitator perundingan antara para pihak dalam mencari solusi terbaik, sedangkan arbitrase adalah penyelesaian sengketa yang dipimpin oleh seorang arbiter atau majelis arbiter yang bisa memberikan putusan (awards) berdasarkan keadilan dan kepatutan (ex acquo et bono) sepanjang putusan ex acquo et bono tersebut disepakati para pihak.
Oleh karena itu, lanjut Himawan, bagi nasabah dan perusahaan asuransi yang akan menyelesaikan sengketa tersebut dipersilahkan berunding terlebih dahulu untuk pemilihan forumnya, kemudian mengajukan permohonan ke LAPS SJK.
“Kami akan membantu agar prosesnya bisa dilakukan secara cepat dan netral,” jelasnya.
Tidak hanya melalui LAPS SJK, opsi penyelesaian sengketa ini juga dapat melalui jalur meja hijau dengan cara penyelesaian gugatan sederhana. Hal ini disampaikan oleh Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) Togar Pasaribu.
“Ada Peraturan MA nomor 4 tahun 2019 yang menyediakan pengadilan yang sederhana dan murah tanpa harus didampingi pengacara, nilai yang bisa mereka adili maksimal Rp 500 juta,” ucap Togar Pasaribu kepada media, di Jakarta, pekan lalu.
Togar tak menampik jika ada masalah pada agen perusahaan asuransi yang menjual produk unit link. Produk asuransi yang dipasarkan oleh 44 perusahaan asuransi di Indonesia ini menyerap tenaga kerja sebagai agen penjual sebanyak 600 ribu orang. “Apakah agen-agen tersebut semua benar, pasti ada yang tidak. Hal ini yang membuat kami terus berbenah di semua lini,” katanya.
Di sisi lain, Togar menjelaskan bahwa masyarakat juga mesti berbenah dengan lebih waspada dan teliti ketika membeli polis asuransi. Ketika ditawarkan oleh siapa pun, termasuk teman dekat bahkan saudara sendiri harus tetap telitik supaya tidak ada masalah di kemudian hari.
Seperti diketahui sejumlah nasabah pembeli produk asuransi unitlink yang dikoordinir Maria Trihartati beberapa hari terakhir mendatangi sejumlah kantor perusahaan asuransi. Mereka menuntut uang premi yang telah dibayarkan dikembalikan 100 % dengan alasan agen penjual tak menjelaskan secara detil produk yang dipasarkan.
Menurut data AAJI keluhan yang disampaikan sejumlah nasabah yang dikoordinir Maria Triahartati tersebut tidak menggambarkan kondisi industri asuransi jiwa secara keseluruhan. Terbukti seiring dengan meningkatnya kepercayaan masyarakat, serta pandemi COVID 19 yang semakin menumbuhkan kesadaran akan asuransi jiwa, industri mengalami pertumbuhan total premi dimana pada kuartal III 2021 meningkat sebesar 11,5% dibandingkan tahun sebelumnya. Pertumbuhan tersebut disebabkan oleh kenaikan total premi bisnis baru sebesar 17,6% dan premi lanjutan sebesar 2,4%.
Hingga Kuartal III 2021 Industri asuransi jiwa juga telah membayarkan klaim dengan total sebesar Rp. 107.45 triliun. Komitmen ini dapat dilihat dari total pembayaran klaim meninggal dunia senilai Rp. 14,58 triliun, meningkat 65,7% dibanding periode yang sama pada tahun sebelumnya. Pembayaran klaim kesehatan juga meningkat sebesar 10,8% menjadi Rp 8,49 triliun. Selain itu, total klaim Covid-19 periode Maret 2020 – September 2021 mencapai Rp 7,36 triliun. Mencakup klaim kesehatan, kematian dan bahkan untuk isolasi mandiri. Ini merupakan wujud komitmen industri asuransi jiwa kepada nasabah dalam kondisi yang penuh tantangan, meskipun pada prinsipnya klaim pandemi termasuk dalam ketentuan force majeure yang dikecualikan. (****)