Presidensi di G20 Dorong Investor Lirik Potensi Indonesia
JAKARTA – Ajang Mandiri Investment Forum (MIF) 2022 mendapat respons positif dari para pakar. Mereka melihat, pemerintah terus berupaya menggenjot investasi Indonesia. Salah satunya melalui MIF 2022 yang dijadikan ajang promosi bagi pemerintah untuk menawarkan daya tarik iklim investasi di Indonesia bagi para investor, dari lokal maupun asing.
Ekonom Universitas Indonesia (UI) Telisa Aulia Falianty menilai beberapa event atau forum investasi seperti Mandiri Investment Forum, Investor Daily Summit, dan lain-lain bisa memberikan insight bagi investor soal kebijakan dan strategi pemerintah mengembangkan ekonomi Indonesia.
Ia mencontohkan, paparan Presiden Jokowi dalam MIF 2022 beberapa waktu lalu juga mempromosikan Undang-Undang Cipta Kerja (Ciptaker), peningkatan kemudahan berbisnis dengan penerapan one single submission (OSS), dan pertumbuhan UMKM. Secara tidak langsung, promosi tersebut memberikan informasi secara eksplisit pada para investor tentang upaya pemerintah mendorong investasi.
“Lewat forum investasi tersebut, pemerintah juga bisa mengulas peluang sekaligus tantangan yang ada pada industri di tanah air. Semua itu akan memberikan pertimbangan kepada para investor untuk menanamkan investasinya di Indonesia,” ungkap Telisa, Kamis (10/02/2022).
Telisa melanjutkan, saat ini Indonesia menjadi Presidensi G20. Momen tersebut sangat menggembirakan dan membuka kesempatan baik para negara anggota G20 untuk melihat langsung potensi investasi Indonesia. Setidaknya ada beberapa peluang investasi di Indonesia yang bisa dimanfaatkan investor.
“Banyak peluang, di antaranya sektor energi, pariwisata, perikanan dan infrastruktur. Saat ini, transformasi ekonomi Indonesia tengah bergerak ke arah pertumbuhan ekonomi hijau atau green economy, seperti infokom, ekonomi digital, dan healthcare,” papar Telisa.
Tidak hanya itu, Telisa juga memproyeksi, prospek investasi di Indonesia akan membaik pada tahun ini. Proyeksi ini bercermin pada kinerja pertumbuhan investasi Indonesia di sepanjang tahun 2021.
Tahun 2021, realisasi investasi Indonesia mencapai Rp 901,2 triliun atau tumbuh 9% secara year on year (YoY). Realisasi investasi ini melebihi 100,13% dari target yang ditetapkan Presiden Jokowi. Dari realisasi tersebut, Penanaman Modal Asing (PMA) tumbuh 9,93% (YoY) dan berkontribusi sebesar 50,4%. Sedangkan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) tumbuh 7,97% (YoY).
“Pertumbuhan investasi ini juga diiringi dengan porsi investasi di Pulau Jawa dan luar Jawa yang terus naik sejak 2019. Mayoritas investasi berada di luar Jawa dengan nilai Rp 468,2 triliun atau 52%,” jelas Telisa.
Soal prospek investasi di Indonesia yang terbuka lebar juga disorot Teuku Riefky, Ekonom Makro Ekonomi dan Pasar Keuangan dari Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI).
Riefky melihat, Indonesia masih memiliki rencana untuk melakukan banyak hilirisasi ke depannya. Saat ini, diakui bahwa proses penciptaan nilai tambah di dalam negeri masih relatif sangat rendah.
Dengan begitu, untuk melakukan proses penciptaan nilai tambah yang lebih tinggi, diperlukan jumlah investasi yang besar. Tentu saja, itu akan menarik bagi investor untuk berinvestasi di sektor hilirisasi industri Indonesia. Sebab, peluang investasinya masih terbuka, terutama di sektor industri manufaktur dan turunannya.
Di sisi lain, lanjut Riefky, dengan bonus demografi Indonesia yang terus tumbuh dan gencarnya program pemerintah dalam meningkatkan skill dan kapasitas tenaga kerja, menjadi peluang bagi investor lokal maupun asing berinvestasi di Indonesia.
Namun, Riefky mengakui banyak tantangan yang dihadapi calon investor jika berinvestasi di Indonesia. Di antaranya, iklim bisnis di Indonesia belum terlalu bersahabat dibandingkan negara lain. Ia mencontohkan, terkait proses perizinan, mahalnya tarif logistik, dan tata kelola hukum yang ada.
Untuk mengurai masalah tersebut, pemerintah menerbitkan UU Omnibus Law Cipta Kerja dan program insentif bisnis lainnya. Jika kebijakan ini membuahkan hasil, akan memberikan manfaat bagi para investor dan pelaku usaha, sehingga semakin membuka lapangan kerja.
Lagi-lagi Telisa menambahkan. Ia memaparkan sejak tahun 2020, pemerintah sudah mengubah format agar investasi di Indonesia menyebar merata di seluruh Nusantara. Berbagai sarana di daerah luar Jawa terus dikembangkan pemerintah, sehingga calon investor tertarik terjun di bidang yang ditawarkan.
Pemerataan investasi lahir sebagai dampak adanya UU Cipta Kerja yang memberikan kepastian kepada pengusaha, terciptanya efisiensi, dan lahirnya transparansi.
Tahun 2022 ini, pemerintah menargetkan investasi Indonesia akan tembus Rp 1.200 triliun (tumbuh 33% yoy) dan berfokus pada sektor sekunder. Pilihan tersebut dikarenakan penyerapan tenaga kerja paling tinggi dan sektor berteknologi tinggi seperti EBT dan Kendaraan listrik.
“Semua itu dengan asumsi kasus covid-19 terkendali dan stabilitas politik terjaga di 2022,” kata Telisa.
Untuk mencapai tujuan investasi tersebut, pemerintah perlu melakukan strategi mengawal proses penanaman modal oleh investor secara end-to-end dan mengawal 600 hingga 700 perusahaan yang berinvestasi pada 34 provinsi pada 2022. Beberapa langkah untuk memfasilitasi investor, di antaranya meyakinkan para investor bahwa Indonesia ramah investasi. Selain itu, membantu pelayanan perizinan yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 5 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko melalui OSS secara online.
Kemudian, membantu financial closing, memberikan layanan end-to-end pada investor, sampai realisasi investasi dan membantu investor sampai tahap produksi.
Langkah yang diupakana tersebut bukan tanpa masalah. Pemerintah perlu memperhatikan hal-hal terkait hambatan yang mungkin akan muncul. Sperti aturan yang tumpang tindih antara pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten/kota, ego sektoral antara kementerian/lembaga, dan persoalan tanah. Tentu saja, semua itu dibutuhkan pengawasan dan keharmonisan agar realisasi invetasi 2022 segera tercapai.(****)