Jadi Kunci Masa Depan, Digitalisasi Berkembang Cepat di Indonesia
JAKARTA – Digitalisasi menjadi salah satu kunci masa depan ekonomi Indonesia. Melalui digitalisasi, pelaku usaha terbuka kesempatannya, seiring ledakan penggunaan kanal digital selama pandemi.
Hal tersebut dipaparkan Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo saat acara Indonesia-Singapore Business Forum 2022, di Singapura, beberapa waktu lalu (14/6/2022).
Menurut Perry, digitalisasi berkembang sangat cepat di Indonesia. Ia melihat, pemanfaatan digitalisasi penting dalam pengembangan ekonomi Indonesia yang berkelanjutan pada masa depan. Ia berharap, digitalisasi sendiri, utamanya digitalisasi pembayaran merupakan salah satu dari enam agenda prioritas jalur keuangan pada Presidensi Indonesia di G20 2022, bulan Juli mendatang.
“Kami ingin membawa digitalisasi Indonesia ke ASEAN, lalu ke ranah global pada G20 di Indonesia,” ungkap Perry.
Ia menyebut, Indonesia dengan negara lain di ASEAN tengah bersiap mengembangkan inisiatif sistem pembayaran lintas batas negara. Dengan pentingnya digitalisasi pada era pasca-pandemi, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) diharapkan tidak ketinggalan.
Gubernur BI ini mengatakan, saat ini ada 18 juta UMKM yang sudah terdigitalisasi di Indonesia. Perry menegaskan, bila melihat angka 18 juta, tentu berpikir jumlahnya besar. Namun, (bagi Indonesia) angka itu sebetulnya kecil, karena kami (Indonesia) memiliki 65 juta UMKM yang perlu dihubungkan (secara digital),” paparnya.
Perry juga mengungkapkan, terkait digitalisasi, Indonesia memiliki pasar ritel yang sangat besar dan perlu dirangkul dalam pemulihan ekonomi pasca pandemi. Penelitian yang dilakukan Bain & Company dan Facebook, 8 dari 10 konsumen di Asia Tenggara sudah beralih ke digital. Jumlah konsumen digital baru dalam kurun waktu setahun di Filipina, Singapura, Malaysia, Indonesia, Thailand, dan Vietnam, setara dengan seluruh populasi Inggris.
Sementara itu, CEO dan co-founder Blibli Kusumo Martanto mengatakan, para konsumen di Indonesia menggunakan platform e-commerce untuk membeli kebutuhan sehari-hari, baik dari UMKM maupun perusahaan besar selama pandemi Covid-19.
“Selama pandemi, bagaimana orang-orang mendapatkan sanitizer, masker, obat-obatan, dan lainnya, di situlah kami memainkan peran besar,” ungkap Kusumo saat panel Transformasi Digital untuk UMKM dan Investasi di Asia Tenggara tersebut.
Selama pandemi, lanjut Kusumo, UMKM yang beralih ke kanal online bisa lebih bertahan. Dari penelitian tahun 2021 yang dilakukan Blibli dengan Boston Consulting Group dan Kompas, UMKM yang online bisa memiliki pendapatan 1,1 kali lebih tinggi dari UMKM yang hanya beroperasi offline.
Sementara itu, UMKM yang online juga 2,1 kali lebih mungkin untuk menjual berbagai produk dalam skala nasional dan 4,6 kali lebih mungkin untuk mengekspor produknya ke luar negeri.
Pada era pasca-pandemi, beralih ke online saja tidak cukup bagi peritel. Berdasarkan Studi Sirclo, 74,5 persen konsumen masih berbelanja baik offline dan online selama pandemi.
Kusumo menambahkan, dirinya melihat masa depan ritel di era pasca pandemi sebagai integrasi antara kanal online dan offline, atau omnichannel. Karenanya, Blibli terus memperkuat ekosistem omnichannel-nya, di antaranya melalui Blibli InStore, Click and Collect, dan Blibli Mitra yang menghubungkan operasi bisnis online dan offline dalam ekosistem yang terintegrasi bagi mitra ritel Blibli.
“Belanja omnichannel menjadi norma baru. Kita harus siap memberikan layanan omnichannel yang cepat dan tanpa cela,” ujar Kusumo.
Lain halnya dengan CEO Tiket.com, George Hendrata. Ia melihat, proses digitalisasi di Indonesia bukan tanpa tantangan. Menurutnya, pelatihan untuk sumber daya manusia (SDM) masih diperlukan dalam merealisasikan potensi digitalisasi tersebut.
Fock Wai Hoong, Kepala Deputi Teknologi dan Konsumen Temasek mengatakan, berdasarkan survei Temasek bersama Google, talenta sumber daya manusia (SDM) tetap menjadi hambatan besar dalam perkembangan teknologi.“Menjadi tantangan untuk kita semua, bagaimana fokus untuk reskilling dan upskilling populasi pekerja kita, sementara kita bersiap dalam berpartisipasi di internet economy,” kata Fock.(****)