Eugenia: Kebijakan DMO dan DPO Hambat Pertumbuhan Ekonomi
JAKARTA– Akademisi dari Universitas Indonesia, Eugenia Mardanugraha melihat, kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) dan Domestic Price Obligation (DPO) menimbulkan risiko ketidakpastian dan inefisiensi perdagangan minyak sawit mentah atau Crude Palm Oil (CPO).
Menurut Eugenia, selama diterapkan, kebijakan tersebut justru membatasi volume ekspor dan terhambatnya pertumbuhan ekonomi Indonesia. Dampak dari diberlakukannya DMO dan DPO adalah turunnya ekspor produk sawit secara signifikan dan petani sawit mengalami kesulitan menjual tandan buah segar (TBS).
Kebijakan tersebut juga berisiko, karena pemerintah tidak memiliki kajian yang lengkap. Sebaiknya, lanjut Eugenia, kebijakan DMO dan DPO dihapus, karena terbukti inefiensi.
“Jika dilakukan, otomatis harga TBS akan naik dengan sendirinya serta produktivitas dan kesejahteraan petani meningkat,” tegas Eugenia di Jakarta, Rabu (21/9/2022).
Ia meneruskan, sebenarnya pemerintah bisa menggunakan instrumen lain berupa Pungutan Ekspor (PE) serta Bea Keluar (BK) untuk mengendalikan volume ekspor Crude Palm Oil (CPO). Hasil pungutan ekspor CPO bisa digunakan sebagai subsidi minyak goreng, sehingga harga terkendali.
Ia berpendapat, kebijakan DMO tidak bisa menurunkan harga minyak goreng. Justru, hanya menurunkan ekspor CPO yang pada akhirnya menurunkan pertumbuhan ekonomi. “Kenaikan harga minyak goreng bukan disebabkan ketersediaan CPO di dalam negeri, namun karena terjadinya kenaikan harga CPO di market internasional. Naiknya migor juga dipengaruhi kebijakan harga eceran tertinggi (HET) yang membuat produsen mengurangi suplai, sehingga terjadi kelangkaan,” tegasnya.
Eugenia mengungkapkan, penghentian ekspor 28 April – 22 Mei 2022 menurunkan Product Domestic Bruto (PDB) pada kuartal dua tahun 2022 sebesar 3%. Padahal pemerintah mengumumkan pertumbuhan ekonomi triwulan dua tahun 2022 sebesar 5,45%. Bila tidak ada penghentian ekspor, PDB triwulan kedua tahun 2022 diperkirakan sebesar Rp 3.009 triliun atau pertumbuhan ekonomi sebesar 8,5%.
Sebelumnya, Ketua Umum Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO) Gulat Manurung mendesak Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan segera melakukan penghapusan DMO dan DPO minyak sawit/CPO. Menurut Gulat, kebijakan DMO dan DPO merupakan salah satu penyebab hancurnya harga TBS petani. “Mendag tidak perlu ragu dan berpikir lebih lama untuk penghapusan DMO dan DPO tersebut,” pungkasnya. (****)