Otomasi Sistem Pembayaran Perluas Inklusi Keuangan
JAKARTA – Sistem pembayaran digital di Indonesia di masa pandemi Covid-19 hingga sekarang bertumbuh sangat pesat. Ketika pemerintah membatasi mobilisasi warga, justru teknologi hadir menjadi sarana masyarakat untuk beraktivitas. Termasuk di dalamnya transaksi perdagangan.
Hal tersebut ditambah dengan literasi dan inklusi keuangan yang terus ditingkatkan dengan mempercepat akseptasi digitalisasi. Saat ini, upaya tersebut terus digalakkan regulator dan industri sistem pembayaran.
Hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) tahun 2022 menunjukkan, indeks literasi keuangan masyarakat Indonesia sebesar 49,68 persen dan inklusi keuangan sebesar 85,10 persen. Angka tersebut meningkat dibandingkan SNLIK 2019, di mana indeks literasi keuangan 38,03 persen dan inklusi keuangan 76,19 persen.
Namun, angka tersebut masih jauh dari target yang dicanangkan pemerintah. Yakni, inklusi keuangan sebesar 90 persen pada akhir tahun 2024. Karenanya, perlu adanya upaya kolaboratif antara regulator, industri, dan asosiasi untuk mencapai target tersebut.
BI mencatat, pertumbuhan transaksi Quick Response Indonesian Standard (QRIS) hingga November 2022 sebesar 187 persen secara tahunan (year on year) dengan nilai Rp 9,67 triliun. Jumlah merchant posisi November 2022 sebanyak 22,7 juta merchant.
“Sekarang jumlah merchant bertambah lebih banyak lagi. Ini meningkatkan pertumbuhan pesat. Jadi, kami melihat pertumbuhan sistem pembayaran yang “cemumuah” (cepat, mudah, murah, aman, dan handal) merupakan keniscayaan dan itu menjadi salah satu tugas BI,” tegas Direktur Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran Bank Indonesia (BI) Fitria Irmi Triswati saat mengisi acara Executive Networking Session bertema “Innovation for the Integration of the Digital Economy and Finance” yang diselenggarakan Flip for Business dan B-Universe di Jakarta, Rabu (18/1/2023).
Fitria meneruskan, standarisasi QRIS, pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) hingga pedagang di pasar juga bisa menggunakannya, sehingga akseptasi digital semakin luas lagi.
Dukungan BI terhadap UMKM terlihat dari biaya Merchant Discount Rate (MDR) yang masih 0 persen hingga Desember 2022. Kemudian, kenaikan limit QRIS dari Rp 5 juta per transaksi menjadi Rp 10 juta per transaksi. “Untuk mendukung UMKM dan mempercepat pemulihan ekonomi nasional,” tegasnya.
Saat ini, BI sudah meluncurkan Blueprint Sistem Pembayaran Indonesia (BSPI) 2025. Setelah tiga tahun peluncuran BSPI, berbagai milestone penting diraih. Mulai dari regulatory reform, infrastruktur sistem pembayaran ritel, hingga standardisasi sistem pembayaran.
Hasil yang diharapkan dari BSPI 2025 adalah ekonomi keuangan digital semakin meluas, terwujudnya restrukturisasi industri sistem pembayaran, serta menguatnya interlink bank dan fintech. Selain itu, inklusi ekonomi dan keuangan tumbuh, serta inovasi terus berkembang.
Henri Halim, VP Enterprise Growth & Business Development Flip for Business menegaskan, setelah adanya pandemi covid-19, banyak UMKM yang terdampak pandemi dan tutup. Karena itu, pelaku bisnis atau perusahaan dituntut adaptif atau bergerak cepat mengikuti perubahan yang terjadi di industri.
“Tujuan utama Flip adalah mendorong inklusi ekonomi digital Indonesia. Hadirnya Flip for Business membantu pelaku usaha dan perusahaan tetap agile dalam bisnisnya. Terutama dalam melakukan transaksi keuangan,” papar Henri.
Henry menegaskan, bukan hanya pelaku usaha di satu tempat, Flip for Business juga bisa mendukung bisnis yang memiliki jangkauan lebih luas di daerah-daerah.
“Flip for Business bisa diakses pelaku usaha atau perusahaan yang berlegalitas di seluruh Indonesia. Karena itu, kami akan memberikan inklusi keuangan lebih jauh lagi. Itu semua menjadi tujuan kami,” imbuhnya.
Secara umum, Flip for Business dan Flip memiliki lebih dari 10 juta pengguna dengan jumlah transaksi miliaran rupiah setiap harinya. Semua itu akan terus berkembang untuk mendukung ekonomi keuangan digital Indonesia.
Ditambahkan Henri, ke depan yang paling disukai pemilik bisnis saat ini adalah otomasi secara penuh. Seperti cloud sebagai pusat data, RPA, data science, blockchain, serta artificial intelligence (AI) dan machine learning.
“Dengan solusi Flip, bisa dilihat dampak yang signifikan dalam hal pengelolaan. Dahulunya manual menjadi otomatis, sehingga ada efisiensi dan penghematan yang signifikan. Sebuah bisnis bermulai selalu dari kecil. Tetapi dengan tujuan perkembangan bisnis yang semakin besar, jumlah resources yang dibutuhkan juga bertambah. Adanya teknologi otomatis ini, penyesuaian resources ini bisa jauh lebih efektif dan efisien,” kata Henri.
Direktur Eksekutif Intellectual Business Community Bayu Prawira Hie mengungkapkan, meski sistem pembayaran digital saat ini semakin marak, tujuannya sama. Yakni, menjalankan transaksi dan mendukung pertumbuhan ekonomi digital di Indonesia. Selain itu juga meningkatkan inklusi keuangan di Indonesia.
“Banyak yang sudah terintegrasi, arahnya open banking. Ini bakal mendukung digital payment untuk UMKM, fintech, yang sebelumnya dipegang bank. Adanya open banking tersebut, semua bisa menggunakan transaksi dari platform tersebut dan sekarang satu pintu untuk semua transaksi,” ucap Bayu.(****)