Perusahaan Tak Perlu Panik Bila Terkena Serangan Siber
JAKARTA – Sejumlah perusahaan termasuk perbankan terkena gangguan akibat serangan siber yang kembali mengemuka di Indonesia. Terbaru, serangan siber menyasar Bank Syariah Indonesia (BSI).
Melihat fenomena tersebut, Chairman Indonesia Cyber Security Forum Ardi Sutedja mengatakan, memasuki era digital, serangan siber tidak bisa dielakkan dan bakal kerap terjadi. Bahkan, tahun 2022 lalu, aksi peretasan dan penyusupan ke sistem information technology (IT) juga menyasar banyak institusi. Mulai dari Bank Indonesia (BI), Pertamina, hingga Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo).
Menurut Ardi, kejahatan dunia maya tersebut, bukanlah hal baru, namunsudah terjadi sejak awal tahun 2000-an. Bahkan, ia melihar, saat ini intensitasnya semakin meningkat, seiring semakin pesatnya pertumbuhan penggunaan sistem TI pada proses kerja dan bisnis di swasta maupun pemerintahan.
“Serangan siber umum terjadi, bukan hanya di Indonesia, di negara lain pun kerap terjadi dan intensitasnya cukup tinggi,” ungkap Ardi, Rabu (16/5/2023).
Ardi meneruskan, insiden serangan ransomware seperti yang dialami BSI, bukan pertama kali terjadi.
Pada tahun 2017, lanjut Ardi, ransomware WannaCry diketahui melakukan serangan pada sebuah lembaga layanan kesehatan. Artinya, serangan siber bisa terjadi setiap saat menimpa lembaga dan perusahaan apapun. Karena itu, menyikapi ancaman yang kerap terjadi tersebut, Ardi menilai masyarakat tidak perlu panik yang berlebihan. Baginya, sebenarnya sudah ada protap di industri dalam mengatasi serangan yang terjadi.
“Justru dengan adanya serangan siber, membuat perusahaan yang jadi korban semakin meningkatkan keamanan sistem IT-nya, yang ujung-ujungnya berdampak positif pada keamanan dan kenyamanan konsumen maupun nasabah,” tegasnya.
Terkait, insiden Informasi Teknologi (IT) yang dialami BSI, Ardi menyebutkan insiden tersebut tengah ditangani tim berpengalaman. “Sebenarnya, sejak tim restorasi sudah masuk ke BSI dan OJK juga sudah mengawasi, nasabah tidak perlu khawatir lagi terhadap dana simpanannya,” lanjut Ardi.
Proses assesment dan forensik digitalnya, ujar Ardi, memang memakan waktu cukup panjang dan tidak bisa cepat. Semua itu dilakukan sebab butuh kehati-hatian melihat apa saja yang terdampak. Masyarakat, katan Ardi, perlu bersabar, karena proses restorasi perlu penilaian menyeluruh yang memakan waktu.
“Saya yakin, sekarang sudah ditangani tim yang sangat berpengalaman. Hanya, masyarakat harus bersabar,” pintanya.
Terbaru, disebutkan bahwa data BSI yang dicuri sudah dibocorkan ke dark web. Namun, pihak BSI mengklaim data dan dana nasabah tetap aman.(****)